Selasa, 20 September 2011

Suara.. oh suara.

Berkumpul dengan yang 7 orang ini, selalu saja ada keluh kesah yang terucap dari mulut mereka tentang keberadaan teman mereka yang 1 orang lagi yang jarang hadir.
“Mana si anu, kok ngga datang dia? Bla.. bla.. bla, dst”
Kemudian ditelepon lah si anu yang belum datang tadi.
“Kamu kemana kok ngga datang.. Seharusnya kamu begini.. begono.. bla.. bla.. bla, dst” (dengan suara keras dan terjadilah pertengkaran)
Selesai bertelepon..
“Itu lah dia, selalu saja begitu. Seharusnya.. bla.. bla.. bla, dst”
(masih dengan suara keras dan emosi)
Dari antara yang 7 orang ini hamper semua marah-marah juga.
Suara yang 7 orang ini kuatnya minta ampun.

Di hari berikutnya juga terjadi pembicaraan tentang kelakuan si anu yang dianggap ngga beres. Seperti biasa, suara keras dan dengan emosi. Sepertinya itu suara udah kedengeran se RT.

Di hari berikutnya, lengkaplah 8 orang berkumpul termasuk si anu.
Kata si suara yang paling keras :
“Minta rokokmu anu, sebatang aja” (dengan suara yang netral seperti ngga ada masalah)

Saya :
“Saya heran melihat kalian, kadang bertengkar, adu mulut, kadang ketawa, kadang baikan”

Mereka :
“Kami tidak bertengkar, hanya suara kami saja yang kuat. Adu mulut itu biasa tapi ngga dimasukkan kedalam hati. Itu memang udah kebiasaan kami bersuara kuat”

Saya :
“Baiklah kalau begitu”

0 komentar:

Posting Komentar